Selasa, 11 Desember 2012

REVIEW 10: PROSPEK KEMANDIRIAN KOPERASI DALAM MENYONGSONG ERA GLOBALISASI


REVIEW 10:
PROSPEK KEMANDIRIAN KOPERASI DALAM MENYONGSONG ERA GLOBALISASI
Suatu Tinjauan Reflektif dan Pemikiran Konsepsional Koperasi Indonesia

Oleh:
Adhitya Wardhono dan Asep Mulyana

Artikel Finalis LKTI Perkoperasian Tingkat Nasional Kategori Masyarakat Umum
Badan Pengembangan Perkoperasian Dan Pengusaha Kecil Menengah – Lemlit Univ. Negeri Jakarta
2011
Berisi :
Badan Usaha Koperasi : Strategi dan Pengembangannya
            Persaingan yang semakin tajam dalam dunia usaha membuat koperasi yang tidak mandiri dihadapkan pada situasi sulit untuk berkembang. Kecenderungan dunia usaha saat ini mengarah pada kecenderungan untuk saling berkerja sama satu sama lain. Merujuk pada rekomendasi dari Engels ( 2001), kerjasama tersebut belum tentu berbentuk badan usaha Koperasi. Karena dalam manejemen organisasi kita mengenal berbagai bentuk kerjasama misalnya: franchising, netzwerk, joint venture dan lain-lain. Namun demikian koperasi memiliki peluang untuk berkembangnya lebih baik daripada bentuk organisasi kerjasama lain. Disamping itu juga timbul tantangan, bahkan ancaman karena dengan beraagamnya bentuk organisasi kerjasama usaha ini maka koperasi harus mampu membuktikan dirinya sebagai badan usah yang tetap dapat di andalkan. 
Jika melihat perkembangan yang ada, koperasi tidak akan dapat bertahan jika bentuk pengelolaannya masih tradisional dan terkesan apa adanya. Karena apa pun bentuk perusahaan jika dikelola dengan baik sesuai dengan etika bisnis yang ada maka prospek kesuksesan itu akan terbuka lebar. Kesuksesan dan kegagalan suatu usaha memang banyak faktor yang mempengaruhinya. Sebagai suatu badan usaha atau sebagai soko guru pembangunan suatu bangsa, koperasi mempunyai peranan yang cukup besar jika di kelola dengan sungguh-sungguh. Sejenak melihat statistik perkoperasian dunia, menurut ILO dalam Report V(1): Promotion of Cooperatives (2001) dewasa ini koperasi diyakini memberikan sumbangan yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi. PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) mengestimasian bahwa 3 milyar orang bermata pencaharian atau separuh populasi dunia dari bangun usaha Koperasi. Paling tidak 800 juta individu menjadi anggota koperasi saat ini, jika dibandingkan dengan tahun 1960 yang hanya 184 juta. Dalam tataran makro ekonomi, koperasi secara signifikanmemberikan market share yang memadai. Misalnya di Burkina Faso, Koperasi Produk Pertanian merupakan penghasil terbanyak untuk pasok buah-buahan dan sayuran dipasaran nasional dan di Cote d’Ivory, koperasi bertanggung jawab terhadap 77 persen produksi Cotton. Di Uruguay koperasi memproduksi 90 persen produk national susu dan mengekspor 70 persen surplus produksi terigunya. Bahkan di Amerika Serikat pada tahun 1998, Koperasi Listrik Pedesaan memberikan kontribusi lebih dari setenggah pasok aliran listrik dan menyediakan kekuatan listrik untuk 25 juta orang di 46 negara bagian. Di Denmark, koperasi memberikan kontribusi 94 persen produk susu untuk pasaran nasional. Folksam, sebuah koperasi asuransi di Swedia telah menggelola 48,9 persen pasar asuransi perumahan dan 50 persen untuk asuransi jiwa dan kecelakaan. Suatu angka yang tidak bisa dibilang remeh untuk ukuran Koperasi yang kelihatan sepele. Negara tetangga kita, Philipina bahkan mengakui 16 persen dari GDP –nya merupakan sumbangan koperasi.
            Manajemen adalah seni bagaimana sebuah organisasi dapat mencapai tujuan. Jika tujuan suatu oraganisasi itu sederhana dan organisasinya kecil maka pengelolaanya akan lebih mudah dibanding dengan organisasi yang lebih besar.Banyak perusahaan kecil, perusahaan perorangan maupun koperasi dapat secara cepat berkembang. Namun setelah perusahaan itu membesar seiring dengan perubahan waktu, dan tujuan yang ingin dicapai lebih banyak maka diperlukan pengelolaan yang lebih cermat. Disinilah letak pentingnya diterapkannya ilmu manajemen,karena dengan manajemen yang baik sebuah organisasi akan mampu bertahan. (Maurice, 1988).
Sampai saat ini memang belum ada bentuk baku manajemen koperasi, walaupun badan usaha koperasi sudah sangat lama diperkenalkan oleh pendiri koperasi dunia, misalnya Robert Owen, Wilhelm Raiffeisen, Hermann Schulze Delitzs dan lain-lain. Namun demikian kecendrungan yang terjadi adalah bentuk usaha koperasi terpinggirkan dalam persaingan usaha. Tugas manajemen koperasi adalah menghimpun, mengkoordinasi dan mengembangkan potensi yang ada pada anggota sehingga potensi tersebut menjadi kekuatan untuk meningkatkan taraf hidup anggota sendiri melalui proses “nilai tambah”. Hal itu dapat dilakukan bila sumberdaya yang ada dapat dikelola secara efisien dan penuh kreasi (inovatif) serta diimbangi oleh kemampuan kepemimpinan yang tangguh. Manajemen koperasi memiliki tugas membangkitkan potensi dan motif yang tersedia yaitu dengan cara memahami kondisi objektif dari anggota sebagaimana layaknya manusia lainnya. Pihak manajemen dituntut untuk selalu berpikir selangkah lebih maju dalam memberi manfaat dibanding pesaing karena hanya dengan itu anggota atau calon anggota tergerak untuk memilih koperasi sebagai alternatif yang lebih rasional dalam melakukan transaksi ekonominya (Rully; Dasar-dasar koperasi: Implementasi Dalam Manajemen). 
Lebih lanjut dikatakan bahwa, untuk menjaga momentum pertumbuhan usaha maupun perkembangan koperasi, pada umumnya pihak manajemen perlu mengupayakan agar  koperasi tetap menjadi alternatif yang menguntungkan, dalam arti lain manajemen koperasi harus mampu mempertahankan manfaatkoperasi  lebih besar dari manfaat yang disediakan oleh non-koperasi. Atau koperasi harus selalu mengembangkan keunggulan kompetitif dan komparatif  dalam sistem  manajemen yang  dikembangkannya. 
Kepemimpinan  merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pengelola. Data empiris menyatakan sikap ini masih tergolong rendah di kalangan pengelola terutama KUD. Tanpa sikap ini, pengelola tidak lebih dari karyawan biasa yang menggantungkan hidup dari koperasi. Terakhir adalah kemampuan manajerial yang berhubungan dengan kebersediaan dan ketersedian pengelola untuk melaksanakan fungsi manajemen secara proporsional dan profesional sehingga apa yang dikerjakan merupakan hasil kerja yang terurut dan terukur. 
Efektivitas koperasi masih menjadi perbebatan yang hingga kini belum meneukan tik temu antara para pakar ilmu koperasi.. Blümle dalam Dulfer dan Hamm (1985) yakni: 
“Finally let us see what  co-operative  science  has  to say, for it has been widely debating  the  problem  of  success. In current discussion  about  the  promotional task this problem is linked up  with  the  co-operative system of objectives  and  member  participation.  But  there will be disappointment in the results of this research for anybody  who  approaches with hopes and analysis of the diverse attempts  to make   the promotional maxims operational, and to measurement co-operative success.” 
Sehingga dapat dipahami bahwa proses pengukuran efektivitas tidaklah  sesederhana mengukur  efektivitas organisasi atau  badan  usaha  lain, melihat prinsip koperasi yang tidak saja bersifat badan usaha ekonomis, yang melainkan juga sebagai badan usaha sosial.. Bagaimanapun juga sebagai abadan usaha, koperasi tetap memelukan ukuran kinerja keberhasilan. 
Keunggulan merupakan syarat utama untuk terlibat dalam persaingan itu. Keunggulan  yang harus dimiliki senantiasa memuat dimensi koperasi sebagai unit usaha maupun gerakan swadaya. Ketangguhan dalam dimensi gerakan swadaya sangat ditentukan oleh tingkat  keperdu-liaan anggota dalam fungsinya sebagai pemilik untuk turut dalam proses  pengembangan Koperasi. Partisipasi anggota merupakan indikator dalam konteks. Sementara dilihat dari fungsi “badan usaha” ketangguhan koperasi diukur oleh kemampuannya  dalam mengembangkan dan menguasai  pasar. Hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan koperasi dalam meraih lebih  besar potensi yang dimiliki pasar ketimbang para pesaing. Koperasi harus mampu memberi alternatif rasional bagi pelanggannya (anggota) melalui berbagai kebijakan insentif usaha maupun perbaikan dalam teknis pelayanan pelanggan. Rumusan sederhana mengenai penjelasan di atas adalah, “Koperasi berhasil bila mampu mengembangkan usaha yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi anggota, dengan mengoptimalkan keterlibatan potensi anggota di dalam proses dan hasil usaha”.(Rully: Dasar-dasar Koperasi: Implementasi dalam Manajemen ). Berangkat dari urgenitas tersebut Ropke (1992) bahkan merekomendasikan adanya pengujian yang meliputi uji partisipasi (Participation-test) dan  uji pasar (Market-test) untuk mengukur keberhasilan koperasi. 
Sementara itu untuk menyiapkan koperasi menjadi mandiri, tidak saja diperlukan aspek ekonomi-sosial, namun lebih jauh dan dalam harus mengarah pada sisi operasional koperasi itu sendiri. Dengan begitu jelas bahwa perubahan mendasar dari sisi manejemen, khususnya antisipasi terhadap perubahan ekonomi global menuntut juga perubahan pada manajemen koperasi. Perlu diingat bahwa sebenarnya prinsip manajemen umum dapat diterapkan pada koperasi dengan memperhatikan prinsip yang dianut oleh koperasi. Karena bagaimanapun koperasi sedikit memiliki perbedaan mendasar dengan badan usaha lain. TesisDavis (1999) mengembangkan tujuh prinsip manajemen yang selaras dengan prinsip manejeman koperasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini 
Tujuh Prinsip Manajemen Koperasi

Manajemen Umum
Manajemen Koperasi
Pluralism,
Manajemen bertumpu semata-mata pada kepentingan stakeholder.
Anggota akan menemukan keinginannya untuk mengenali stakeholder yang lain. 
Mutuality,
Membutuhan keuntungan dari saham.
Karena pengembalian modal bukan tujuan utama dalam keanggotaan koperasi, kerjasama mutual antara pihak yang berkepentingan lebih ditonjolkan.
Individual autonomy,
Mengakui kebebasan individu dan tanggung jawab.
Sama dengan organisasi lain tetapi koperasi tergantung pada kekuatan dari luar dan hak anggota.
Distributive justice,
Pembagian sumberdaya yang tidak berlebihan.
Sama dengan organisasi lain,tetapi dalam koperasi akan lebih mudah pengelolaannya karenaanggota langsung sebagaipemilik dalam struktur badan usaha.
Natural justice,
Mengarah pendekatan secara prosedur dan mengaplikasikan prinsip kejujuran dan berkelanjutan
Struktur kepemilikan koperasi dan kultur pertanggungjawaban dalam koperasi lebih mudah untuk dicapai.
People – centeredness
Kosumen adalah subjek bukan sebagai objek 
Prinsip ini diterapkan dengan basis keanggotaan
Mutiple role of work and labour
Pekerjaan mempengaruhi status sosial, pola konsumsi dan hubungan struktural secara keseluruhan. Dalam jangka panjangkekuatan individu bertumpu pada tanggung jawab sosial perusahaan. 

Koperasi mengadopsi prinsip ini dengan mengkombinasikan antara kebutuhan sosial dan bisnis.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah efisiensi dalam pengelolaan Koperasi. Hal ini mengingat koperasi berperan tidak saja sebagai badan usaha dan untuk kepentingan anggotanya. Namun lebih jauh koperasi harus diarahkan kepada sinkoronisasi atas efisiensi pembangunan nasional. Berkenaan dengan masalah tersebut. Hanel (1988) membedakan tiga jenis efisiensi dalam koperasi yang meliputi: Efisiensi Pengelolaan Usaha. Hal ini lebih pada efisiensi operasional pengelolaan usaha Koperasi. Variabel yang diperhatikan adalah pada sejauh mana tujuan-tujuan koperasi dapat tercapai sebagai badan usaha. Efisiensi yang berorientasi Pada Kepentingan Anggota, yaitu suatu tingkat dimana melalui berbagai kegiatan pelayanan yang bersifat menunjang dari perusahaan koperasi itu, kepentingan dan tujuan para anggota tercapai dan Efisiensi Yang Berkaitan Dengan Pembangunan, yaitu berkaitan dengan penilaian atas dampak-dampak yang secara langsung atau tidak langsung yang ditimbulkan oleh koperasi sebagai kontribusi koperasi terhadap pencapaian tujuan-tujuan pembangunan pemerintah.
Lebih lanjut perlu dikemukakan mengenai urgensi konsep persaingan untuk memberikan juga diterapkan pada Koperasi sebagai badan usaha yang bersaing dengan badan usaha non koperasi. Dalamkonsep persaingan mempunyai tiga elemen pokok, yaitu badan usaha itu sendiri, pelanggan (dalam koperasi termasuk juga anggota koperasi) dan pesaing. Kesuksesan sebuah badan usaha harus dapat menselaraskan elemen pokok tersebut. Dalam pemasaran tradisional bertumpu hanya pada kepuasan pelanggan, namun sekarang pelanggan menuntut pelayan dan kualitas yang lebih. Kesuksesan juga tergantung pada pesaing, karena itu badan usaha koperasi memerlukan keunggulan tersendiri dibanding pesaing. Strategi keunggulan bersaing (Competitive Advantage), dapat dikembangakan dengan memenuhi tiga kriteria, yaitu: 1. mengkonsentrasikan ukuran kinerja atas pelanggan. 2. keuntungan harus dapat dipersepsikan oleh pelanggan, 3. strategi dikembangkan secara berkelanjutan. Dengan menggunakan strategi ini maka badan usaha koperasi akan dengan sendirinya mampu bersaing dengan badan usaha non koperasi dan koperasi lainnya (Simon, Herman, 2001).

Nama         : Wiwi Kusmiarti
NPM          : 27211460
Kelas         : 2EB09
Tahun        : 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar