REVIEW 10:
PROSPEK
KEMANDIRIAN KOPERASI DALAM MENYONGSONG ERA GLOBALISASI
Suatu
Tinjauan Reflektif dan Pemikiran Konsepsional Koperasi Indonesia
Oleh:
Adhitya Wardhono dan Asep Mulyana
Artikel Finalis LKTI
Perkoperasian Tingkat Nasional Kategori Masyarakat Umum
Badan Pengembangan Perkoperasian
Dan Pengusaha Kecil Menengah – Lemlit Univ. Negeri Jakarta
2011
Berisi :
Badan Usaha Koperasi : Strategi dan
Pengembangannya
Persaingan
yang semakin tajam dalam dunia usaha membuat koperasi yang tidak mandiri
dihadapkan pada situasi sulit untuk berkembang. Kecenderungan dunia usaha saat
ini mengarah pada kecenderungan untuk saling berkerja sama satu sama lain.
Merujuk pada rekomendasi dari Engels ( 2001), kerjasama tersebut belum tentu
berbentuk badan usaha Koperasi. Karena dalam manejemen organisasi kita mengenal
berbagai bentuk kerjasama misalnya: franchising, netzwerk, joint venture dan
lain-lain. Namun demikian koperasi memiliki peluang untuk berkembangnya lebih
baik daripada bentuk organisasi kerjasama lain. Disamping itu juga timbul
tantangan, bahkan ancaman karena dengan beraagamnya bentuk organisasi kerjasama
usaha ini maka koperasi harus mampu membuktikan dirinya sebagai badan usah yang
tetap dapat di andalkan.
Jika
melihat perkembangan yang ada, koperasi tidak akan dapat bertahan jika bentuk
pengelolaannya masih tradisional dan terkesan apa adanya. Karena apa pun bentuk
perusahaan jika dikelola dengan baik sesuai dengan etika bisnis yang ada maka
prospek kesuksesan itu akan terbuka lebar. Kesuksesan dan kegagalan suatu usaha
memang banyak faktor yang mempengaruhinya. Sebagai suatu badan usaha atau
sebagai soko guru pembangunan suatu bangsa, koperasi mempunyai peranan yang
cukup besar jika di kelola dengan sungguh-sungguh. Sejenak melihat statistik perkoperasian
dunia, menurut ILO dalam Report V(1): Promotion of Cooperatives (2001)
dewasa ini koperasi diyakini memberikan sumbangan yang signifikan bagi
pertumbuhan ekonomi. PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) mengestimasian bahwa 3
milyar orang bermata pencaharian atau separuh populasi dunia dari bangun usaha
Koperasi. Paling tidak 800 juta individu menjadi anggota koperasi saat ini,
jika dibandingkan dengan tahun 1960 yang hanya 184 juta. Dalam tataran makro
ekonomi, koperasi secara signifikanmemberikan market share yang memadai.
Misalnya di Burkina Faso, Koperasi Produk Pertanian merupakan penghasil
terbanyak untuk pasok buah-buahan dan sayuran dipasaran nasional dan di Cote
d’Ivory, koperasi bertanggung jawab terhadap 77 persen produksi Cotton.
Di Uruguay koperasi memproduksi 90 persen produk national susu dan mengekspor
70 persen surplus produksi terigunya. Bahkan di Amerika Serikat pada tahun
1998, Koperasi Listrik Pedesaan memberikan kontribusi lebih dari setenggah
pasok aliran listrik dan menyediakan kekuatan listrik untuk 25 juta orang di 46
negara bagian. Di Denmark, koperasi memberikan kontribusi 94 persen produk susu
untuk pasaran nasional. Folksam, sebuah koperasi asuransi di Swedia telah
menggelola 48,9 persen pasar asuransi perumahan dan 50 persen untuk asuransi
jiwa dan kecelakaan. Suatu angka yang tidak bisa dibilang remeh untuk ukuran
Koperasi yang kelihatan sepele. Negara tetangga kita, Philipina bahkan mengakui
16 persen dari GDP –nya merupakan sumbangan koperasi.
Manajemen
adalah seni bagaimana sebuah organisasi dapat mencapai tujuan. Jika tujuan
suatu oraganisasi itu sederhana dan organisasinya kecil maka pengelolaanya akan
lebih mudah dibanding dengan organisasi yang lebih besar.Banyak perusahaan
kecil, perusahaan perorangan maupun koperasi dapat secara cepat berkembang.
Namun setelah perusahaan itu membesar seiring dengan perubahan waktu, dan
tujuan yang ingin dicapai lebih banyak maka diperlukan pengelolaan yang lebih
cermat. Disinilah letak pentingnya diterapkannya ilmu manajemen,karena dengan
manajemen yang baik sebuah organisasi akan mampu bertahan. (Maurice, 1988).
Sampai
saat ini memang belum ada bentuk baku manajemen koperasi, walaupun badan usaha
koperasi sudah sangat lama diperkenalkan oleh pendiri koperasi dunia, misalnya
Robert Owen, Wilhelm Raiffeisen, Hermann Schulze Delitzs dan lain-lain. Namun
demikian kecendrungan yang terjadi adalah bentuk usaha koperasi terpinggirkan
dalam persaingan usaha. Tugas manajemen koperasi adalah menghimpun,
mengkoordinasi dan mengembangkan potensi yang ada pada anggota sehingga potensi
tersebut menjadi kekuatan untuk meningkatkan taraf hidup anggota sendiri
melalui proses “nilai tambah”. Hal itu dapat dilakukan bila sumberdaya yang ada
dapat dikelola secara efisien dan penuh kreasi (inovatif) serta diimbangi oleh
kemampuan kepemimpinan yang tangguh. Manajemen koperasi memiliki tugas
membangkitkan potensi dan motif yang tersedia yaitu dengan cara memahami
kondisi objektif dari anggota sebagaimana layaknya manusia lainnya. Pihak
manajemen dituntut untuk selalu berpikir selangkah lebih maju dalam memberi
manfaat dibanding pesaing karena hanya dengan itu anggota atau calon anggota
tergerak untuk memilih koperasi sebagai alternatif yang lebih rasional dalam
melakukan transaksi ekonominya (Rully; Dasar-dasar koperasi: Implementasi Dalam
Manajemen).
Lebih
lanjut dikatakan bahwa, untuk menjaga momentum pertumbuhan usaha maupun
perkembangan koperasi, pada umumnya pihak manajemen perlu mengupayakan
agar koperasi tetap menjadi alternatif yang menguntungkan, dalam arti
lain manajemen koperasi harus mampu mempertahankan manfaatkoperasi lebih
besar dari manfaat yang disediakan oleh non-koperasi. Atau koperasi harus
selalu mengembangkan keunggulan kompetitif dan komparatif dalam
sistem manajemen yang dikembangkannya.
Kepemimpinan
merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pengelola. Data empiris
menyatakan sikap ini masih tergolong rendah di kalangan pengelola terutama KUD.
Tanpa sikap ini, pengelola tidak lebih dari karyawan biasa yang menggantungkan
hidup dari koperasi. Terakhir adalah kemampuan manajerial yang berhubungan
dengan kebersediaan dan ketersedian pengelola untuk melaksanakan fungsi
manajemen secara proporsional dan profesional sehingga apa yang dikerjakan
merupakan hasil kerja yang terurut dan terukur.
Efektivitas
koperasi masih menjadi perbebatan yang hingga kini belum meneukan tik temu
antara para pakar ilmu koperasi.. Blümle dalam Dulfer dan Hamm (1985)
yakni:
“Finally let us see what co-operative
science has to say, for it has been widely debating the
problem of success. In current discussion about
the promotional task this problem is linked up with the
co-operative system of objectives and member participation.
But there will be disappointment in the results of this research for
anybody who approaches with hopes and analysis of the diverse
attempts to make the promotional maxims operational, and to
measurement co-operative success.”
Sehingga
dapat dipahami bahwa proses pengukuran efektivitas tidaklah sesederhana
mengukur efektivitas organisasi atau badan usaha lain,
melihat prinsip koperasi yang tidak saja bersifat badan usaha ekonomis, yang
melainkan juga sebagai badan usaha sosial.. Bagaimanapun juga sebagai abadan
usaha, koperasi tetap memelukan ukuran kinerja keberhasilan.
Keunggulan merupakan syarat utama
untuk terlibat dalam persaingan itu. Keunggulan yang harus dimiliki
senantiasa memuat dimensi koperasi sebagai unit usaha maupun gerakan swadaya.
Ketangguhan dalam dimensi gerakan swadaya sangat ditentukan oleh tingkat
keperdu-liaan anggota dalam fungsinya sebagai pemilik untuk turut dalam
proses pengembangan Koperasi. Partisipasi anggota merupakan indikator
dalam konteks. Sementara dilihat dari fungsi “badan usaha” ketangguhan koperasi
diukur oleh kemampuannya dalam mengembangkan dan menguasai pasar.
Hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan koperasi dalam meraih lebih
besar potensi yang dimiliki pasar ketimbang para pesaing. Koperasi harus mampu
memberi alternatif rasional bagi pelanggannya (anggota) melalui berbagai
kebijakan insentif usaha maupun perbaikan dalam teknis pelayanan pelanggan.
Rumusan sederhana mengenai penjelasan di atas adalah, “Koperasi berhasil bila
mampu mengembangkan usaha yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi
anggota, dengan mengoptimalkan keterlibatan potensi anggota di dalam proses dan
hasil usaha”.(Rully: Dasar-dasar Koperasi: Implementasi dalam Manajemen ).
Berangkat dari urgenitas tersebut Ropke (1992) bahkan merekomendasikan adanya
pengujian yang meliputi uji partisipasi (Participation-test) dan uji
pasar (Market-test) untuk mengukur keberhasilan koperasi.
Sementara itu untuk menyiapkan koperasi menjadi
mandiri, tidak saja diperlukan aspek ekonomi-sosial, namun lebih jauh dan dalam
harus mengarah pada sisi operasional koperasi itu sendiri. Dengan begitu jelas
bahwa perubahan mendasar dari sisi manejemen, khususnya antisipasi terhadap
perubahan ekonomi global menuntut juga perubahan pada manajemen koperasi. Perlu
diingat bahwa sebenarnya prinsip manajemen umum dapat diterapkan pada koperasi
dengan memperhatikan prinsip yang dianut oleh koperasi. Karena bagaimanapun
koperasi sedikit memiliki perbedaan mendasar dengan badan usaha lain.
TesisDavis (1999) mengembangkan tujuh prinsip manajemen yang selaras dengan
prinsip manejeman koperasi. Hal ini dapat
dilihat pada tabel dibawah ini
Tujuh Prinsip Manajemen Koperasi
Manajemen Umum
|
Manajemen Koperasi
|
|
Pluralism,
Manajemen bertumpu semata-mata
pada kepentingan stakeholder.
|
Anggota akan menemukan keinginannya
untuk mengenali stakeholder yang lain.
|
|
Mutuality,
Membutuhan keuntungan dari saham.
|
Karena pengembalian modal bukan
tujuan utama dalam keanggotaan koperasi, kerjasama mutual antara pihak yang
berkepentingan lebih ditonjolkan.
|
|
Individual autonomy,
Mengakui kebebasan individu dan
tanggung jawab.
|
Sama dengan organisasi lain tetapi
koperasi tergantung pada kekuatan dari luar dan hak anggota.
|
|
Distributive
justice,
Pembagian
sumberdaya yang tidak berlebihan.
|
Sama
dengan organisasi lain,tetapi dalam koperasi akan lebih mudah pengelolaannya
karenaanggota langsung sebagaipemilik dalam struktur badan usaha.
|
|
Natural
justice,
Mengarah
pendekatan secara prosedur dan mengaplikasikan prinsip kejujuran dan
berkelanjutan
|
Struktur
kepemilikan koperasi dan kultur pertanggungjawaban dalam koperasi lebih mudah
untuk dicapai.
|
|
People –
centeredness
Kosumen
adalah subjek bukan sebagai objek
|
Prinsip
ini diterapkan dengan basis keanggotaan
|
|
Mutiple
role of work and labour
Pekerjaan
mempengaruhi status sosial, pola konsumsi dan hubungan struktural secara
keseluruhan. Dalam jangka panjangkekuatan individu bertumpu pada tanggung
jawab sosial perusahaan.
|
Koperasi mengadopsi prinsip ini dengan mengkombinasikan antara kebutuhan sosial dan bisnis. |
|
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah efisiensi dalam
pengelolaan Koperasi. Hal ini mengingat koperasi berperan tidak saja sebagai
badan usaha dan untuk kepentingan anggotanya. Namun lebih jauh koperasi harus
diarahkan kepada sinkoronisasi atas efisiensi pembangunan nasional. Berkenaan
dengan masalah tersebut. Hanel (1988) membedakan tiga jenis efisiensi dalam
koperasi yang meliputi: Efisiensi Pengelolaan Usaha. Hal ini lebih pada efisiensi operasional pengelolaan
usaha Koperasi. Variabel yang diperhatikan adalah pada sejauh mana
tujuan-tujuan koperasi dapat tercapai sebagai badan usaha. Efisiensi yang
berorientasi Pada Kepentingan Anggota, yaitu suatu tingkat dimana melalui
berbagai kegiatan pelayanan yang bersifat menunjang dari perusahaan koperasi
itu, kepentingan dan tujuan para anggota tercapai dan Efisiensi Yang Berkaitan
Dengan Pembangunan, yaitu berkaitan dengan penilaian atas dampak-dampak yang
secara langsung atau tidak langsung yang ditimbulkan oleh koperasi sebagai
kontribusi koperasi terhadap pencapaian tujuan-tujuan pembangunan pemerintah.
Lebih lanjut perlu dikemukakan mengenai
urgensi konsep persaingan untuk memberikan juga diterapkan pada Koperasi
sebagai badan usaha yang bersaing dengan badan usaha non koperasi. Dalamkonsep
persaingan mempunyai tiga elemen pokok, yaitu badan usaha itu sendiri,
pelanggan (dalam koperasi termasuk juga anggota koperasi) dan pesaing.
Kesuksesan sebuah badan usaha harus dapat menselaraskan elemen pokok tersebut.
Dalam pemasaran tradisional bertumpu hanya pada kepuasan pelanggan, namun
sekarang pelanggan menuntut pelayan dan kualitas yang lebih. Kesuksesan juga
tergantung pada pesaing, karena itu badan usaha koperasi memerlukan keunggulan
tersendiri dibanding pesaing. Strategi keunggulan bersaing (Competitive Advantage),
dapat dikembangakan dengan memenuhi tiga kriteria, yaitu: 1. mengkonsentrasikan
ukuran kinerja atas pelanggan. 2. keuntungan harus dapat dipersepsikan oleh
pelanggan, 3. strategi dikembangkan secara berkelanjutan. Dengan menggunakan
strategi ini maka badan usaha koperasi akan dengan sendirinya mampu bersaing
dengan badan usaha non koperasi dan koperasi lainnya (Simon, Herman, 2001).
Nama : Wiwi Kusmiarti
NPM : 27211460
Kelas : 2EB09
Tahun : 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar