Kisah Dari Kelabu
“Hey,
lihat apa yang sedang dilakukan oleh laki-laki itu?” ucap salah satu temanku.
Aku pun menoleh kearah telunjuk tangannya. Ya ampun seseorang sedang berusaha
melakukan kejahatan. Seorang laki-laki yang berada di antrian pembelian tiket
terlihat sedang berusaha mengambil sesuatu dari dalam tas seorang wanita yang
ada didepannya, karena jarak kami yang tidak dekat kami hanya mampu terdiam
melihat kejadian tersebut. “Aku ingin mengikuti laki-laki itu!” Chan berlari,
dan aku pun mau tidak mau mengikuti Chan dan diikuti oleh Kris teman kami juga.
Setelah beberapa menit mengikuti sang pencuri, kini
pencuri itu telah memasuki sebuah gank kecil. Aku, Chan, dan Kris pun
membuntuti dengan sangat hati-hati takut nanti akan menimbulkan kecurigaan dan
dapat membahayakan keberadaan kami. Tempat ini ini? Dan apa yang kami lihat
sekarang? Benar-benar seperti berada dalam sebuah drama, anak-anak yang
seharusnya sekolah tetapi mereka asyik bermain kartu dengan orang dewasa.
Lingkungan yang bisa dibilang sangat kumuh, sangat berbeda dengan kehidupan
perkotaan yang seharusnya serba mewah, di tempat ini sungguh berbanding
terbalik.
Aku sedang melihat sisi lain dari sebuah ibu kota. “Apa
yang kalian lakukan disini?” tegus seorang laki-laki yang aku pikir seumuran
dengan Chan dan Kris. Aku ingat, ya dia si pencuri tadi, hamper saja kami
melupakan tujuan utama kami datang ketempat ini. “Hey, kau kenapa mencuri?”
Tanya Chan tanpa basa-basi. “Ya kami melihatmu mencuri barang berharga milik
seorang wanita di stasiun sana.” Tambah Kris to the point. Aku yang mulai
merasa takut dengan situasi seperti ini hanya bisa terdiam. “Apa urusan kalian?
Apa kalian teman dari orang yang aku curi tadi?” Tanya si pencuri dengan nada
meninggi. Untuk menghindari hal-hal yang dapat membahayakan kami akhirnya
akupun berinisiatif untuk mencairkan suasana.
“Maaf kami mengikutimu, kenapa kamu menjadi seorang
pencuri? Apa kamu tidak bekerja? Atau kuliah?” tanyaku pada pemuda itu. “Bukan
urusan kalian, cepat kalian pergi dari sini sebelum teman-temanku mengerumuni
kalian!” ancamnya. Dan ketakutanku pun semakin menjadi-jadi, aku berusaha
mengajak Chan dan Kris untuk meninggalkan tempat ini, aku menarik tangan
mereka, tapi Chan bersikeras, “Hey, tidak bisakah kau tidak bermain keroyokan?
Ayo kita selesaikan ini dengan kepala dingin.” ucap Chan. Aku pikir pemuda itu
akan semakin murka, tetapi diluar dugaanku ternyata dia menyetujui tawaran Chan
dan mengajak kami ke suatu tenpat. Masih bagian dari lingkungan yang tadi,
kumuh, dan padat. Aku merasa sedang berada di tempat yang asing, seperti bukan
di ibu kota, padahal jarak tempat ini terletak hanya beberapa langkah dari
gedung-gedung tinggi dan mewah.
“Kalian lihat mereka? Mereka semua adalah tanggung
jawabku. Aku mencuri untuk membiayai kehidupan mereka sehari-hari. Sepulang
sekolah mereka juga ikut membantuku dengan menyemir sepatu di lampu merah,
mengamen, ada juga yang memunguti barang-barang bekas.” Ucap pemuda itu sembari
menunjuk kearah sekumpulan anak yang jumlahnya kira-kira lebih dari 10 orang. “Kenapa
harus mencuri? Itu tidak halal, kau tahu itu kan?” sanggah Kris yang juga sedang memperhatikan
sekumpulan anak tersebut. “Kamu dapat mencari pekerjaan lain yang halal,
percuma melakukan kebaikan tapi dengan cara yang tidak baik.” Kata Chan
menambahi. Aku pun melihat anak-anak tersebut, sepertinya mereka baru saja
pulang sekolah, karena kulihat beberapa dari mereka masih mengenakan seragam
putih merah yang sudah cukup lusuh, dan menurutku itu sudah kurang layak untuk
digunakan ke sekolah. “Kalian orang kaya tahu apa tentang kehidupan? Kegiatan mencari
uang bagi kami sangatlah sulit, tidak semudah kalian menghabiskannya, seharian
di mall kalian berfoya-foya menghabiskan uang dari hasil kerja keras orang tua
kalian. Bahkan hanya untuk sesuap nasi pun kami sangat sulit mendapatkannya.” Jelas
sang pemuda pencuri itu.
Aku merasa iba dengan ucapan pemuda itu, aku berpikir
sesulit itukah hidup mereka, berbeda dengan yang aku lihat di sekitarku selama
ini. Aku sedang melihat sisi lain dari sebuah kota metropolitan. Kemewahan
perkotaan yang seharusnya dapat mereka nikmati tapi di kampung ini dapat
bertahan hidup saja masih sangat bersyukur. Seperti terasa kelabu, hitam dan
putih tanpa warna lain, sedangkan beberapa langkah saja dari tempat ini kita
dapat melihat ribuan warna yang sangat indah. Tapi walaupun seperti itu, tapi
mereka masih terlihat riang, tertawa lepas, saling membantu sama lain, dan
kekeluargaan mereka jauh lebih erat dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal
di perumahan elite yang rumahnya selalu terhalang oleh pagar yang tinggi
menjulang. Inilah hidup, seseorang yang selalu bersyukur pasti dapat merasakan
kebahagiaan bagaimanapun keadaan mereka. Beruntunglah orang-orang yang selalu
bersyukur.
Aku, Chan, dan Kris pun kembali kerumah masing-masing
setelah seharian ini kami melakukan petualangan kecil yang cukup berkesan. Aku,
Chan, dan Kris berjanji akan kembali mengunjungi kampung pemuda tadi karena
kami ingin mencoba membantu mereka untuk dapat memperbaiki cara hidupnya agar
tidak salah kaprah. Untunglah tadi kami tidak melakukan kekerasan dan tidak
main hakim sendiri pada Leo si pemuda yang mencuri tadi, dia berjanji akan
mengembalikan barang yang dia curi tadi dan berjanji tidak akan mencuri lagi.
Nama : Wiwi Kusmiarti
NPM : 27211460
Kelas : 3EB09