Jumat, 18 Oktober 2013

Cerpen 1 "Kisah Dari Kelabu"


Kisah Dari Kelabu


                “Hey, lihat apa yang sedang dilakukan oleh laki-laki itu?” ucap salah satu temanku. Aku pun menoleh kearah telunjuk tangannya. Ya ampun seseorang sedang berusaha melakukan kejahatan. Seorang laki-laki yang berada di antrian pembelian tiket terlihat sedang berusaha mengambil sesuatu dari dalam tas seorang wanita yang ada didepannya, karena jarak kami yang tidak dekat kami hanya mampu terdiam melihat kejadian tersebut. “Aku ingin mengikuti laki-laki itu!” Chan berlari, dan aku pun mau tidak mau mengikuti Chan dan diikuti oleh Kris teman kami juga.
            Setelah beberapa menit mengikuti sang pencuri, kini pencuri itu telah memasuki sebuah gank kecil. Aku, Chan, dan Kris pun membuntuti dengan sangat hati-hati takut nanti akan menimbulkan kecurigaan dan dapat membahayakan keberadaan kami. Tempat ini ini? Dan apa yang kami lihat sekarang? Benar-benar seperti berada dalam sebuah drama, anak-anak yang seharusnya sekolah tetapi mereka asyik bermain kartu dengan orang dewasa. Lingkungan yang bisa dibilang sangat kumuh, sangat berbeda dengan kehidupan perkotaan yang seharusnya serba mewah, di tempat ini sungguh berbanding terbalik.
            Aku sedang melihat sisi lain dari sebuah ibu kota. “Apa yang kalian lakukan disini?” tegus seorang laki-laki yang aku pikir seumuran dengan Chan dan Kris. Aku ingat, ya dia si pencuri tadi, hamper saja kami melupakan tujuan utama kami datang ketempat ini. “Hey, kau kenapa mencuri?” Tanya Chan tanpa basa-basi. “Ya kami melihatmu mencuri barang berharga milik seorang wanita di stasiun sana.” Tambah Kris to the point. Aku yang mulai merasa takut dengan situasi seperti ini hanya bisa terdiam. “Apa urusan kalian? Apa kalian teman dari orang yang aku curi tadi?” Tanya si pencuri dengan nada meninggi. Untuk menghindari hal-hal yang dapat membahayakan kami akhirnya akupun berinisiatif untuk mencairkan suasana.
            “Maaf kami mengikutimu, kenapa kamu menjadi seorang pencuri? Apa kamu tidak bekerja? Atau kuliah?” tanyaku pada pemuda itu. “Bukan urusan kalian, cepat kalian pergi dari sini sebelum teman-temanku mengerumuni kalian!” ancamnya. Dan ketakutanku pun semakin menjadi-jadi, aku berusaha mengajak Chan dan Kris untuk meninggalkan tempat ini, aku menarik tangan mereka, tapi Chan bersikeras, “Hey, tidak bisakah kau tidak bermain keroyokan? Ayo kita selesaikan ini dengan kepala dingin.” ucap Chan. Aku pikir pemuda itu akan semakin murka, tetapi diluar dugaanku ternyata dia menyetujui tawaran Chan dan mengajak kami ke suatu tenpat. Masih bagian dari lingkungan yang tadi, kumuh, dan padat. Aku merasa sedang berada di tempat yang asing, seperti bukan di ibu kota, padahal jarak tempat ini terletak hanya beberapa langkah dari gedung-gedung tinggi dan mewah.
            “Kalian lihat mereka? Mereka semua adalah tanggung jawabku. Aku mencuri untuk membiayai kehidupan mereka sehari-hari. Sepulang sekolah mereka juga ikut membantuku dengan menyemir sepatu di lampu merah, mengamen, ada juga yang memunguti barang-barang bekas.” Ucap pemuda itu sembari menunjuk kearah sekumpulan anak yang jumlahnya kira-kira lebih dari 10 orang. “Kenapa harus mencuri? Itu tidak halal, kau tahu itu kan?”  sanggah Kris yang juga sedang memperhatikan sekumpulan anak tersebut. “Kamu dapat mencari pekerjaan lain yang halal, percuma melakukan kebaikan tapi dengan cara yang tidak baik.” Kata Chan menambahi. Aku pun melihat anak-anak tersebut, sepertinya mereka baru saja pulang sekolah, karena kulihat beberapa dari mereka masih mengenakan seragam putih merah yang sudah cukup lusuh, dan menurutku itu sudah kurang layak untuk digunakan ke sekolah. “Kalian orang kaya tahu apa tentang kehidupan? Kegiatan mencari uang bagi kami sangatlah sulit, tidak semudah kalian menghabiskannya, seharian di mall kalian berfoya-foya menghabiskan uang dari hasil kerja keras orang tua kalian. Bahkan hanya untuk sesuap nasi pun kami sangat sulit mendapatkannya.” Jelas sang pemuda pencuri itu.
            Aku merasa iba dengan ucapan pemuda itu, aku berpikir sesulit itukah hidup mereka, berbeda dengan yang aku lihat di sekitarku selama ini. Aku sedang melihat sisi lain dari sebuah kota metropolitan. Kemewahan perkotaan yang seharusnya dapat mereka nikmati tapi di kampung ini dapat bertahan hidup saja masih sangat bersyukur. Seperti terasa kelabu, hitam dan putih tanpa warna lain, sedangkan beberapa langkah saja dari tempat ini kita dapat melihat ribuan warna yang sangat indah. Tapi walaupun seperti itu, tapi mereka masih terlihat riang, tertawa lepas, saling membantu sama lain, dan kekeluargaan mereka jauh lebih erat dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di perumahan elite yang rumahnya selalu terhalang oleh pagar yang tinggi menjulang. Inilah hidup, seseorang yang selalu bersyukur pasti dapat merasakan kebahagiaan bagaimanapun keadaan mereka. Beruntunglah orang-orang yang selalu bersyukur.
            Aku, Chan, dan Kris pun kembali kerumah masing-masing setelah seharian ini kami melakukan petualangan kecil yang cukup berkesan. Aku, Chan, dan Kris berjanji akan kembali mengunjungi kampung pemuda tadi karena kami ingin mencoba membantu mereka untuk dapat memperbaiki cara hidupnya agar tidak salah kaprah. Untunglah tadi kami tidak melakukan kekerasan dan tidak main hakim sendiri pada Leo si pemuda yang mencuri tadi, dia berjanji akan mengembalikan barang yang dia curi tadi dan berjanji tidak akan mencuri lagi.



Nama : Wiwi Kusmiarti
NPM : 27211460
Kelas : 3EB09